Antara Ember dan Kerinduan
Alkisah suatu hari ada sekumpulan Bapak yang sedang berkumpul disebuah rumah, namanya kumpulan bapak-bapak pasti seru. Apalagi ditemani kopi dan gorengan
singkong. Ketika bapak-bapak itu sedang asyik ngobrol sambil guyonan, terdengar
suara keras yang mengagetkan bapak-bapak tadi. Si Bapak yang punya rumah, yang
mungkin merasa keseruannya bersama teman-teman terganggu kemudian lari ke arah sumber suara tadi yang ternyata adalah suara ember
yang jatuh didekat pintu kamar mandi karena ditabrak sama anaknya yang
buru-buru masuk ke kamar mandi karena sudah kebelet
. Tanpa peduli dengan apa dan bagaimana rasa kebelet si anak, dengan suara keras dan berkacak
pinggang langsung membentak, “Apaan
sih! Bikin ribut saja! Ganggu orang ngobrol aja! Masak ember sebesar
itu ditabrak! Memang tidak bisa ngelihat?!” Si anak pun langsung menunduk pucat, karena
kena marahnya si Bapak.
Di kemudian hari situasinya berganti. Di rumah yang sama, ganti si anak yang sedang berkumpul dengan teman-temanya, bercanda-ria dan
mengobrol seru bersama teman-temannya, sementara ada sang Bapak yang sedang menonton acara sepak bola kesukaannya di TV. Tiba-tiba,
karena kebelet juga, Bapak berlari ke kamar mandi untuk menunaikan
hajatnya. Dan terdengarlah suara
keras dari arah kamar mandi. Kejadian yang sama
terjadi, karena terburu-buru si Bapak ganti menendang sebuah ember yang
(lagi-lagi) terletak di tengah jalan di depan pintu kamar mandi. Tebak apa yang
terjadi? Tepat sekali, si Bapak yang
dengan suara keras sambil berkacak pinggang langsung membentak, “Dasar ember! Siapa yang taruh
ember ini disini? Tidak punya aturan! Otak tidak dipakai, mosok ember sebesar
ini ditaruh di sini? Kamu ya ‘nak? Kamu juga (menunjuk si anak) malah
enak-enakan ngobrol bukannya mberesin
ember!” (Teuteup sama dengan kondisi yang pertama
si Bapak marah-marah). Kembali si anak pun menunduk pucat, karena kena marahnya si Bapak.
Dalam cerita tersebut,dari situasi yang sama dengan respons yang
berbeda, sering terjadi dalam
kehidupan kita termasuk dalam kehidupan pekerjaan kita. Layaknya sebuah
keluarga, dikantor pasti juga ada seorang bapak dan anak sebagai analogi hubungan
atasan-bawahan . Kapanpun, bisa jadi selalu ada ember yang tertabrak (timbul masalah atau konflik). Siapapun, bapak atau anak (atasan atau bawahan) bisa menabrak
ember, akan tetapi cenderung selalu si Bapak yang ‘seolah-olah’ benar dan
membentak marah .
Kita semua sepakat kalau
ada yang berlaku tidak adil, yaitu si Bapak. Kemarahan
si Bapak tentu akan menimbulkan ‘penderitaan’ psikologis
bagi si anak, atau bahkan si anak
jadi kehilangan citra positif terhadap si Bapak. Si
anak akan sangat mudah menilai si Bapak sebagai sosok yang menakutkan , Pemarah, tidak mau mengakui kesalahan saat menabrak ember, suka mencari kambing hitam (enak ya jadi kambing, sebentar lagi
pada banyak yang nyari ya karena mau lebaran haji hehe),
mau menangnya sendiri dan persepsi
lainnya dari diri si Anak. Ketika si Bapak kehilangan integritas di mata si anak gara-gara
sebuah ember, sulit kiranya mengharapkan si anak akan menjadi pengikut atau
bawahan yang patuh, baik dan loyal. Bisa sih patuh tapi karena takut dengan Si Bapak . Si Bapak pun akan sulit
memposisikan dirinya sebagai contoh yang baik, pemimpin yang patut diikuti dan diteladani, sehingga
cenderung kehilangan power kepemimpinannya.
Diperlukan usaha keras bagi SI Bapak
untuk menciptakan dan memperbaiki hubungan yang erat kembali layaknya sebuah keluarga yang harmonis.
Lebih dari itu, si anak akan merasa bahwa apapun yang dilakukan dia
akan selalu serba salah, menjadi bulan-bulanan tanpa kesempatan mendapat perlakuan yang
sesuai, apalagi menyatakan diri tidak bersalah (“Lha wong yang salah si ember”). Si anak cenderung
menjadi tertekan, stres, takut berinisiatif, atau was-was kalo salah bertindak. Nah
efeknya tentu akan berimbas ke produktivitas di pekerjaannya. Suasana yang
kurang kondusif ini sedikit banyak akan berpengaruh pada pekerjaan kita
sehari-hari. Jadi males bekerja atau males berpikir kreatif. Akhirnya
kadang-kadang si Bapak pun menjadi orang yang tidak diharapkan kehadirannya,
anak-anak akan senang dan gembira jika si Bapak tidak ada di rumah.
Pemimpin yang dirindukan
Mengambil hikmah dari cerita tentang ember :
1.Maukah kita, ketika berposisi
Bapak dan menabrak ember, bersikap adil, mengakui bahwa kita sesungguhnya juga bisa berbuat ceroboh,
terburu-buru dan kurang berhati-hati seperti si anak? Tidak terburu-buru menyalahkan si Anak dan tidak
pula langsung emosi dengan kesalahan si anak. Jika si Anak berbuat kesalahan,
si Bapak bisa menegurnya dengan bahasa yang lembut dan penuh kasih..
2.Maukah kita, ketika si anak
menabrak ember, terlebih dahulu juga memberi perhatian dan berempati kepada rasa
kebelet yang dirasakan si anak? Atau,
kenapa si anak sampai menabrak ember? Si anak sedang ngantuk kah karena banyak tugas yang diberikan, atau apakah
si Anak sedang kurang sehat. Cari 1001 alasan untuk berpikir positif jika
anak-anak kita berbuat kesalahan. Si Bapak melakukannya dengan penuh cinta
untuk dapat mengayomi si Anak
3.Atau maukah kita, ketika diposisi Bapak maupun
anak, sama-sama mencari solusi terbaik, mencari inovasi tentang sistem pekerjaan
kita sehingga tidak berpotensi untuk mengganggu jalanan seperti ember tadi.
Terus mengasah kapak kita, melakukan dengan penuh cinta hingga si Ember pun
akan kembali menempati tempat yang benar, dengan cara yang kreatif penuh
inovasi.
Menjadi seorang ‘bapak’ tentu tidak lah mudah. Apalagi menjadi 'bapak' yang dirindukan. Bapak di sini adalah
sosok pemimpin yang diharapkan bisa menjadi sumber motivasi buat anak-anaknya.
Kalau anak-anak diwajibkan untuk terus belajar dan belajar, maka untuk menjadi
“bapak” yang baik juga harus terus belajar dan belajar. Bagaimana peran bapak
bukan hanya sebagai orang tua, tapi juga guru, teman, pemimpin, pengayom, dan
inspirator buat anaknya. Memang tidak
mudah untuk menjadi Bapak yang menyenangkan dan selalu dirindukan kehadirannya.
Memang tidak semudah membalikkan tangan. Pasti banyak kisah-kisah tentang Bapak, Anak dan Ember yang berbeda yang bisa menjadi inspirasi yang memotivasi
untuk senantiasa mencoba. Mencoba menjadi ‘Bapak’ dan ‘Anak-anak’ yang
menyenangkan dan dirindukan.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar