Rabu, 24 Agustus 2016



Antara Ember dan Kerinduan


Alkisah suatu hari ada sekumpulan Bapak yang sedang  berkumpul disebuah rumah, namanya kumpulan bapak-bapak pasti seru. Apalagi ditemani kopi dan gorengan singkong. Ketika bapak-bapak itu sedang asyik ngobrol sambil guyonan, terdengar suara keras yang mengagetkan bapak-bapak tadi. Si Bapak yang punya rumah, yang mungkin merasa keseruannya bersama teman-teman terganggu kemudian lari ke arah sumber suara tadi yang ternyata adalah suara ember yang jatuh didekat pintu kamar mandi karena ditabrak sama anaknya yang buru-buru masuk ke kamar mandi karena sudah kebelet . Tanpa peduli dengan apa dan bagaimana rasa kebelet si anak, dengan suara keras dan berkacak pinggang langsung membentak, “Apaan sih! Bikin ribut saja! Ganggu orang ngobrol aja! Masak ember sebesar itu ditabrak! Memang tidak bisa ngelihat?!” Si anak pun langsung  menunduk pucat, karena kena marahnya si Bapak.
Di kemudian hari situasinya berganti. Di rumah yang sama, ganti si anak yang sedang berkumpul dengan teman-temanya, bercanda-ria dan mengobrol seru bersama teman-temannya, sementara ada sang  Bapak yang sedang  menonton acara sepak bola kesukaannya di TV. Tiba-tiba, karena kebelet juga, Bapak  berlari ke kamar mandi untuk menunaikan hajatnya. Dan terdengarlah suara keras dari arah kamar mandi. Kejadian yang sama terjadi, karena terburu-buru si Bapak ganti menendang sebuah ember yang (lagi-lagi) terletak di tengah jalan di depan pintu kamar mandi. Tebak apa yang terjadi? Tepat sekali,  si Bapak yang dengan suara keras sambil berkacak pinggang langsung membentak, “Dasar ember! Siapa yang taruh ember ini disini? Tidak punya aturan! Otak tidak dipakai, mosok ember sebesar ini ditaruh di sini? Kamu ya ‘nak? Kamu juga (menunjuk si anak) malah enak-enakan ngobrol bukannya mberesin ember!” (Teuteup sama dengan kondisi yang pertama si Bapak marah-marah). Kembali si anak pun menunduk pucat, karena kena marahnya si Bapak.

Dalam cerita tersebut,dari situasi yang sama dengan respons yang berbeda, sering terjadi dalam kehidupan kita termasuk dalam kehidupan pekerjaan kita. Layaknya sebuah keluarga, dikantor pasti juga ada seorang bapak dan anak sebagai  analogi hubungan atasan-bawahan . Kapanpun, bisa jadi selalu ada ember yang tertabrak (timbul masalah atau konflik). Siapapun, bapak atau anak (atasan atau bawahan) bisa menabrak ember, akan tetapi cenderung selalu si Bapak yang ‘seolah-olah’ benar dan membentak marah .
Kita semua sepakat kalau ada yang berlaku tidak adil, yaitu si Bapak. Kemarahan si Bapak tentu akan menimbulkan ‘penderitaan’ psikologis bagi si anak, atau bahkan si anak jadi kehilangan citra positif terhadap si Bapak. Si anak akan sangat mudah menilai si Bapak sebagai sosok yang menakutkan , Pemarah,  tidak mau mengakui kesalahan saat menabrak ember, suka mencari kambing hitam (enak ya jadi kambing,  sebentar lagi pada banyak yang nyari ya karena mau lebaran haji hehe), mau menangnya sendiri dan persepsi lainnya dari diri si Anak.  Ketika si Bapak kehilangan integritas di mata si anak gara-gara sebuah ember, sulit kiranya mengharapkan si anak akan menjadi pengikut atau bawahan yang patuh, baik dan loyal. Bisa sih patuh tapi karena takut dengan  Si Bapak . Si Bapak pun akan sulit memposisikan dirinya sebagai contoh yang baik, pemimpin yang patut diikuti dan diteladani, sehingga cenderung kehilangan power kepemimpinannya. Diperlukan usaha keras bagi SI Bapak untuk menciptakan dan memperbaiki  hubungan yang erat kembali  layaknya sebuah keluarga yang harmonis.
Lebih dari itu, si anak akan merasa bahwa apapun yang dilakukan dia akan selalu serba salah, menjadi bulan-bulanan tanpa kesempatan mendapat perlakuan yang sesuai, apalagi menyatakan diri tidak bersalah (“Lha wong yang salah si ember”). Si anak cenderung menjadi tertekan, stres, takut berinisiatif, atau was-was kalo salah bertindak.  Nah efeknya tentu akan berimbas ke produktivitas di pekerjaannya. Suasana yang kurang kondusif ini sedikit banyak akan berpengaruh pada pekerjaan kita sehari-hari. Jadi males bekerja atau males berpikir kreatif. Akhirnya kadang-kadang si Bapak pun menjadi orang yang tidak diharapkan kehadirannya, anak-anak akan senang dan gembira jika si Bapak tidak ada di rumah. 

Pemimpin yang dirindukan



Mengambil hikmah dari cerita tentang  ember :
1.Maukah kita, ketika berposisi Bapak dan menabrak ember, bersikap adil, mengakui bahwa kita sesungguhnya juga bisa berbuat ceroboh, terburu-buru dan kurang berhati-hati seperti si anak? Tidak terburu-buru menyalahkan si Anak dan tidak pula langsung emosi dengan kesalahan si anak. Jika si Anak berbuat kesalahan, si Bapak bisa menegurnya dengan bahasa yang lembut dan penuh kasih..
2.Maukah kita, ketika si anak menabrak ember, terlebih dahulu juga memberi perhatian dan berempati kepada rasa kebelet yang dirasakan si anak? Atau, kenapa si anak sampai menabrak ember? Si anak sedang ngantuk kah karena banyak tugas yang diberikan, atau apakah si Anak sedang kurang sehat. Cari 1001 alasan untuk berpikir positif jika anak-anak kita berbuat kesalahan. Si Bapak melakukannya dengan penuh cinta untuk dapat mengayomi si Anak
3.Atau maukah kita, ketika diposisi Bapak maupun anak, sama-sama mencari solusi terbaik, mencari inovasi tentang sistem pekerjaan kita sehingga tidak berpotensi untuk mengganggu jalanan seperti ember tadi. Terus mengasah kapak kita, melakukan dengan penuh cinta hingga si Ember pun akan kembali menempati tempat yang benar, dengan cara yang kreatif penuh inovasi.
Menjadi seorang ‘bapak’ tentu tidak lah mudah. Apalagi menjadi 'bapak' yang dirindukan. Bapak di sini adalah sosok pemimpin yang diharapkan bisa menjadi sumber motivasi buat anak-anaknya. Kalau anak-anak diwajibkan untuk terus belajar dan belajar, maka untuk menjadi “bapak” yang baik juga harus terus belajar dan belajar. Bagaimana peran bapak bukan hanya sebagai orang tua, tapi juga guru, teman, pemimpin, pengayom, dan inspirator buat anaknya. Memang tidak mudah untuk menjadi Bapak yang menyenangkan dan selalu dirindukan kehadirannya.  Memang tidak semudah membalikkan tangan. Pasti banyak  kisah-kisah tentang Bapak, Anak dan Ember yang berbeda  yang bisa menjadi inspirasi yang memotivasi untuk senantiasa mencoba. Mencoba menjadi ‘Bapak’ dan ‘Anak-anak’ yang menyenangkan dan dirindukan.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar